Senin, 26 Januari 2009

Allah : Bapa Penuh Kasih

Pdt.G.Panjaitan.MSi

Nats: Lukas 15:11-24

1.Yesus memerkenalkan kepribadian Allah yang Mahakasih dengan cara yang sederhana dan gampang dipahami. Allah itu diumpamakan Yesus dengan seorang bapa yang royal memberikan cinta kasihnya. Tentu Tuhan Allah jauh lebih dari pada bapa dalam pemahaman. Dia sebagai provider dalam keluarga yang menyediakan segala kebutuhan untuk kelangsungan hidup. Pemahaman akan Allah seperti itu adalah tema sentral Injil Lukas. Yesus menggenapi nubuatan Yesaya: "Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin kepada orang-orang tawanan, bagi orang-orang buta, orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang Cinta kasihnya besar” (4:18-19) Allah yang royal cinta kasih itu sampai-sampai tidak memperdulikan dosa yang sudah diperbuat orang yang dikasihi.

2.Perumpamaan ini memberikan pengajaran tentang kepribadian Allah sebagai Bapa dan si Bungsu sebagai manusia berdosa dan mau bertobat: Allah yang adalah Bapa melakukan berbagai tindakan untuk merealisasikan cinta kasihNya:
a.Bapa yang penuh cinta kasih menyediakan harta warisan untuk anak-anaknya. Harta itu tidak hanya berupa material saja tetapi juga warisan spiritual. Bagi Yahudi anak yang paling sulung mempunyai porsi yang lebih banyak warisan dari yang bungsu. Amsal mencatat “Orang baik meninggalkan warisan bagi anak cucunya...” (Amsal 13:22). Yahudi juga mewariskan kepada anak-anaknya iman kepada Yahwe (Ul 6:5-7)
b.Bapa yang penuh cintakasih menghargai hak anak-anaknya untuk memutuskan apa yang terbaik baginya. Allah memberikan manusia “kehendak bebas” memilih jalan mana yang harus dilalui. Kita memilih jalan sesat kita akan menerima ganjarannya. Bila si Bungsu kemudian menjual seluruh bagiannya, memboroskan harta miliknya, hidup berfoya-foya sehingga hidupnya menjadi terhina, hal itu bukanlah kesalahan si bapa. Kita tidak boleh menyalahkan Tuhan, dengan mengatakan “kenapa kita dibiarkanNya menyimpang atau kenapa kita diberikan kehendak bebas?”
c.Bapa yang penuh cinta kasih menjadi imam bagi keluarganya. Ketika si bungsu menyadari keberadaannya (ay 17) dan mempunyai keberanian untuk berbalik dari jalan yang sesat, si bapa bertindak sebagai imam. Dia bersyukur atas pertobatan itu dan dia masih tetap mencintai anaknya. Bapa bertindak seperti seorang imam menuntun anaknya menuju pemulihan physical dan kerohaniannya. Tindakan bapa yang sangat lembut tergambar dari: melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan, berlari mendapatkan, merangkul dan mencium dia. Bersedia berdialog, dan memulihkan statusnya sebagai anak.
d.Bapa yang penuh cinta kasih tidak menghakimi, menghukum dan menyalahkan anaknya tetapi mengampuni dan memberikan peluang untuk memperoleh kehidupan. Dia bersyukur karena anaknya yang sesat itu kembali, dia menghormati sikap anaknya yang bertobat itu dengan merayakannya.

3.Ada proses yang dijalani si Bungsu yang perlu kita pahami untuk menuju kepada pertobatan:
a.Menyadari keadaannya.
Setelah melangkah sangat jauh meninggalkan bapanya, dia menyadari akibatnya terhadap physicalnya: dia lapar, haus, ceper, kehilangan teman/lonely dan harga diri. Ini adalah resiko karena jauh dari rumah bapanya.
b.Membuat ketetapan hati untuk menyelesaikan permasalahannya. Dia berketetapan untuk bangkit menjumpai bapaknya, menyatakan penyeasalan dan bersedia untuk berbalik ke jalan yang benar.
c.Sungguh-sungguh bertobat lebih dari sekedar mengucapkan kata “mohon maaf”: Tepai dia membiarkan dirinya menjadi manusia baru (2 Kor 5;17) dan mengarahkan pikirannya kepada persekutuan dengan Tuhan (Kol 3:2). Si Bungsu ingin tinggal di rumah bapanya, di sana ada perasaan “at home”, mengalami rekonsiliasi dan re-clothing sebagai penyatan pemuliuhan seutuhnya. Ephipanias: Allah Bapa adalah Tuhan yang penuh cinta kasih dan provider: menyediakan nafkah kehidupan bagi orang mau bertobat. Mau ? Mau? Mau?

BILEAM: NABI YANG DITEGUR

Pdt.G.Panjaitan.MSi
Nats: Bilangan 22:21-35
Ada satu perasaan yang sulit kita sembunyikan yaitu perasaan tidak enak apabila ditegur. Walaupun teguran itu biasanya terjadi akibat kesalahan kita sendiri, dan demi kebaikan kita juga, tetapi tetap saja teguran seringkali meninggalkan perasaan tidak nyaman. Misalnya kita ditegur karena selera makan yang berlebih, atau ditegur karena cinta buta pada seseorang, atau ditegur karena terlalu optimis pada cara yang ditempuh. Sekalipun teguran itu dari orang-orang dekat kita tetapi tetap saja menimbulkan perasaan tidak enak. Hal ini masih teguran dari sesama manusia. Bagaimana jika yang menegur bukan manusia, tetapi keledai? Apa rasanya? Sulit kita merasakannya. Mari kita tanya pada Bileam yang mengalami peristiwa yang bagi kita mungkin terasa sangat memalukan.

Pada saat itu Raja Balak mengirim beberapa utusannya menemui Bileam, dengan tujuan menyuruh Bileam mengutuk bangsa Israel. Ketika hal itu disampaikan pada Bileam, Bileam pun meminta waktu untuk bertanya pada Tuhan. Apa kata Tuhan? "Janganlah engkau pergi bersama-sama dengan mereka, janganlah engkau mengutuk bangsa itu, sebab mereka telah diberkati." (Bilangan 22:12). Ini adalah sebuah larangan, dan Bileam pun taat. Tapi kemudian penolakan Bileam disikapi Balak dengan kembali mengutus orang-orang yang lebih banyak dan lebih terhormat, ditambah upah yang jauh lebih besar. Dan Bileam pun awalnya kembali menolak, tapi lihat ini, Bileam kembali mempertanyakan hal yang sama pada Tuhan. (Bilangan 22:15) Meskipun keputusan bertanya pada Tuhan merupakan sebuah bentuk ketaatan, namun ketaatannya tidak penuh. Jika ia taat penuh, seharusnya Bileam tidak perlu bertanya lagi karena sejak awal Tuhan telah menyatakan tidak. Tapi Bileam kembali bertanya dan berharap Tuhan berubah pendirian. Bileam tergiur dengan upah yang besar.
Tuhan tahu isi hati Bileam dan kemudian terpaksa menguji kesetiaannya. Tuhan mengijinkan dia pergi dengan catatan hanya diijinkan untuk melakukan apa yang difirmankan Tuhan. Dan keberangkatan Bileam pun membuat Tuhan marah. Ketika manusia tidak lagi mendengar perintah Tuhan lewat perkataan halus, Tuhan pun memakai sarana lain. Dalam kasus Bileam, Tuhan memakai keledainya! Keledai Bileam melihat Malaikat dan hal tersebut mengganggu kelancaran perjalanan, sehingga Bileam pun kesal lalu memukuli keledainya. Dan selanjutnya keledai itu pun berbicara menegur Bileam, yang kemudian disusul dengan penampakan Malaikat. Semua itu, membuat Bileam sadar bahwa apa yang dia lakukan adalah salah. Dan untunglah, Bileam segera menyesali kesalahannya dan berubah menjadi taat sepenuhnya. Betapa ironisnya, seekor keledai saja mampu melihat, tapi manusia tidak. Apa yang dapat kita pelajari dari kasus Bileam ini?
1. Bila Allah telah memanggil kita untuk satu tugas tertentu kita hendaknya taat penuh, tekat bulat. Allah ingin para hambanya mempunyai motivasi yang benar dan tidak bercabang. Bila motivasi pelayanan di dasarkan pada perolehan upah, maka penglihatan bamba itu akan tumpul dan akan lebih tajam penglihatan keledai melihat kehadiran Tuhan. Memang mempunyai kekuatan luar biasa. Uang dapat membutakan mata kita untuk melihat kehadiran Tuhan, tetapi uang juga memang bisa menjadi “membuat hati senang, dan mata berbingar”. Pelayanan yang hanya didasarkan pada upah akan dihalangi Tuhan perjalannya. Bileam mempunyai motivasi yang salah dihadang malaikat Tuhan di tengah jalan.
2. Bila Tuhan telah menghadang perjalanan kita – Jangan lagi kita berusaha mencari jalan yang lain. Bileam berusaha mengatasi ketidak tahuannya dengan memukuli keledainya yang menyingkir dari hadangan malaikat Tuhan. Bileam mencari jalan lain dengan menyalahkan pihak lain. Cara paling klasik yang diperbuat manusia bila ada tantangan hidup menghadang.
3. Bila kita telah menyadari kesalahan kita mari kita berbalik arah. Bileam yang ditergur Tuhan melalui Keledai yang berbicara telah membuat dia sadar akan kesalahannya. Penyesalan akan kesalahan itu dia tujukkan dengan “sujud, rendah hati menyatakankita sudah salah (ay 33), meminta pengeampunan dosa atas kesalahan kita itu (ay 34), dan bertobat merubah isi apa yang kita pikirkan dan kerjakan seturu dengan deinginan Tuhan dalam perjalanan selanjutnya. Amin

Selasa, 13 Januari 2009

Allah dalam Yesus Kristus: So Dekat

Yohannes 15:1-9

Pdt.G.Panjaitan.MSi

Agama –agama memperkenalkan Allah adalah Allah yang sangat jauh, tak terjangkau dan tanpa batas. Kita mengenal Allah yang tidak dibatasi ruang dan waktu, Dia hadir di mana-mana dalam waktu yang besamaan hal yang tidak mungkin di lakukan manusia yang terbatas. Allah Maha mengetahui dia mengetahui segala apa yang ada di langit, di bumi dan di dalam laut. Dia mengetahui niat yang ada di hati dan yang dipikirkan. Dia mengetahui masa depan, hal yang tidak mungkin bagi manusia. Masa depan bagi manusia hanya bisa di prediksi oleh para peneliti, para dukun benaran, atau dukun politik. Allah adalah yang sangat berkuasa semuanya baginya mungkin. Obana yang kulit hitam mungkin menjadi presiden di AS. Itu contoh supaya kita tetap percaya, semuanya mungkin bagiNya sehingga orang Kristen mungkin menjadi presiden di Indonesia ini.

Didalam Yesus Kristus Allah yang jauh dan tidak terjangkau itu diperkenalkan dengan sangat dekat. Yesus menyebut Allah itu sebagai Pengusaha kebun anggur. Yesuslah pokok anggur itu dan orang pecayalah ranting-rantingnya. Allah diperkenalkan diri sangat dekat oleh karena itu kita tidak perlu teriak-teriak untuk memanggil namanya sebab dia Bapa yang dekat bagi kita. Kita akan didahuluankan karena kita anak-anakNya. Kita tidak perlu menangis-nangis waktu meminta sebab Dia paham akan kebutuhan kita malah dia menjadi Sahabat bagi kita.


Sebagai Pengusaha kebun, Yesus memperkenalkan Allah itu melakukan tugas yaitu memotong ranting yang tidak berbuah kemudian membakarnya dan Allah yang membersihkan ranting berbuah supaya berbuah lebih banyak lagi. Allah yang tukang kebun memberikan kita pilihan menjadi ranting yang bagaimana kita. Yesus berharap supaya kita menjadi ranting yang berbuah banyak dengan cara:
Membangun hubungan personal yang dalam dengan Yesus Dia mengatakan: tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Kita diajak membangun hubungan antar personal yang dalam. Hubungan ini akan mempengaruhi hati kita bahkan akan menguasai pikiran kita. Siapa yang dekat kepada kita dialah yang menguasai. Sama seperti ibu lebih mempengaruhi anak-anaknya karena lebih dekat dibanding dengan bapaknya. Kedekatan itu dibangun dengan intensitas bertemu berbicara dengan kwalitas yang baik. Kita harus mencintai Alkitab senang membaca kalimat-kalimat yang ada didalamnya karena Allah yang mencintai kita berbicara langsung kepada kita. Surat itu seperti surat cinta yang pertama yang selalu baru rasanya sekalipun berulang kali dibaca.

Kedekatan itu juga akan mengkontruksi kepribadian kita menjadi seturut dengan keinginan Allah dan kita menjadi manusia yang mempunyai pengembangan diri dan produktifitas. Sebaliknya Yesus mengatakan orang yang tidak menempel dengan diriNya, ada diluar dirinya, tidak menerima asupan makanan hidup dari padaNya maka hidupnya akan siasia: “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar.” (ay 16)
Kedekatan dan hubungan baik didalam Yesus akan menghasilkan hak istimewa dalam diri kita dihadapan Allah. Yesus berkata: Jikalau kamu tinggal di dalam Aku dan firman-Ku tinggal di dalam kamu, mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya.(ay 7). Saya ingat dulu cerita ibu saya yang kerjanya jualan kain. Ibu saya mempunyai toke keturunan Cina di Medan. Karena hubungan yang baik dan sudah terbangun berpuluh tahun, apabila ibu saya belanja, si Toke Cina sering mengatakan “ibu bawa sajalah... nati kita bias atur”. Ibu saya dapat belanja barang dengan uang yang hanya cukup membeli satu kodi tetapi dibawa 3 kodi.
Lebih dari itu apa yang Tuhan Yesus janjikan dan sangat membanggakan dan memberikan asa dalam kehidupan kita ketika Yesus katakan “ mintalah apa saja yang kamu kehendaki, dan kamu akan menerimanya”. Kadang kita berpikir, Ah... Tuhan apakah benar...., Tuhan akan memberikan apasaja yang saya kehendaki?. Tuhan tidak pernanh ingkar janji atau berbohong. Tuhan akan mengajari kita meminta karena Dia adalah Allah yang so dekat. Amin

Rabu, 07 Januari 2009

Memberi dengan Motivasi Yang Benar

Renungan Setelah Tahun Baru
Nats: Matius 6:1-4
Pdt.G.Panjaitan.MSi

Memberi sedekah atau membantu orang lain adalah perbuatan mulia yang dihendaki Tuhan dan manusia . Memberi itu berarti mengorbankan milik pribadi menjadi milik orang lain. Memberi juga menjadi bukti partisipasi, keikut sertaan dalam merasakan penderitaan atau kondisi orang lain.
Memberi adalah juga tindakan mengungkapkan kasih kepada Allah . Tentu banyak cara mengungkapkan kasih kepada Allah, tidaklah cukup dengan nyanyian dan mendapatkan perasaan nyaman tetapi kita perlu memberi uang kepada Allah (persembahan). Memberi uang milik kita adalah salah satu yang paling besar dari cara yang kita gunakan untuk menghormati Dia. Memberi itu adalah hasil dari telaah jiwa, pikiran dan rohani kita oleh karena itu perlu sekali kita pahami motivasi dari setiap pemberian.
Dalam firman Tuhan hari ini, Yesus memperingatkan kita tentang cara yang benar untuk memberi: Yesus menasehatkan : hatihatilah jangan pemberiannmu menjadi promosi diri sendiri (Self promotion). Sejujurnya bila kita perhatikan sifat kemanusiaan kita, keinginan mempromosikan diri sudah kita miliki sejak kecil: Kita ingin dilihat, ingin dipuji, ingin mendapat perhatian. Mungkin kelompok umur yang paling tinggi keinginannya seperti itu adalah remaja . Penampilan mereka mencari perhatian : Mereka kenakan pakaian yang bagus dengan model terbaru sehingga menarik untuk dilihat. Kadang mereka pakai tato dileher , tampilan rambut yang indah dan dandanan yang menarik seolah olah ingin mengatakan “ Look at me!” Penampilan itu adalah mengembangkan konstruksi pemahaman tentang “siapa aku”, apa yang dipersefsi orang lain terhadap diriku.


Orang yang terlalu menginginkan untuk mempertontonkan diri, mencintai diri, membanggabanggakan diri disebut dengan narsis. Pengidap narsisme dikatakan suka sekali mengemban tugas, senang menjadi pemimpin, dan bahkan cenderung menjadi politisi . Kaum narsis melebih-lebihkan kemampuan dan bakatnya, supaya dapat pujian orang lain. Kaum narsis hanya terpusat menonjolkan bakat dan kemampuannya tanpa peduli perasaan orang lain. Mereka suka kekuatan, kekuasaan, egois dan mampu tampil menarik dan sangat terbuka.
Yesus mengingatkan kita bukan orang yang narsisi. Kita diajak melakukan pekerjaan yang baik dengan benar supaya terhindar dari promosi diri. Yesus mengajarkan perbuatan baik yang benar adalah dilakukan dengan motivasi yang benar . Ia berkata: Jadi apabila engkau memberi sedekah, janganlah engkau mencanangkan hal itu, seperti yang dilakukan orang munafik di rumah-rumah ibadat dan di lorong-lorong, supaya mereka dipuji orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya mereka sudah mendapat upahnya. Pemberian dengan motivasi yang salah adalah perbuatan siasia. Paulus mengatakan dalam 1 Korintus 13:3 'Jika aku memberi semua yang aku miliki kepada orang miskin dan menyerahkan tubuhkan ke dalam api yang menyala-nyala, tetapi tanpa kasih, saya tidak memperoleh apa-apa'. Member supaya mendapat pujian orang akan membuat kita capek sendiri, sebab manusia gampang merubah sikap. Di satu saat kita bisa dipuji tetapi pada saat lain kita bisa di hujat dan dibenci. Kita tidak mungkin memuaskan keinginan manusia yang terus berkembang, dan tidak mungkin kita bertahan berbuat baik hanya untuk mendapatkan pujian. Orang munafik tidak pernah puas akan perbuatan baik yang dialakukan.
Yesus memengajari kita supaya berbuat baik seperti tindakan spontanitas. Ia berkata : Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu. Ini sebuah perumpamaan untuk mengajarkan spontanitas . Perbuatan baik sedemikian akan mencari pujian kepada Bapa di sorga :” Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga."(Mat 5:16). Tentu perbuatan baik secara spontan tidak muncul sendiri hal itu lahir dari latihan rohani kita, dan terbangkitnya kebijaksanaan dilandasi dengan kasih yang luarbiasa dalam diri kita. Perbuatan spontan perlu dipertahankan karena muncul dari cara berpikir positif dalam segala hal. Yesus memberikan nilai kepada motivasi seperti itu dengan member janji : Hendaklah sedekahmu itu diberikan dengan tersembunyi, maka Bapamu yang melihat yang tersembunyi akan membalasnya kepadamu.“. Memberi dengan motivasi yang benar beroleh balasan dari bapa di sorga. Amin

Renungan Natal Departemen Keuangan RI Surabaya-Sekitarnya

Pdt.G.Panjaitan.MSi
Tema:Hiduplah Dalam Perdamaian Dengan Semua Orang
( Roma 12:18)

Keadaan Damai adalah kebutuhan umat manusia secara global, regional, nasional dan lokal. Perang di salah satu belahan dunia di Jalur Gaza sana yang sangat jauh dengan Indonesia, berdampak pada situasi masyarakat di Indonesia adalah bukti pentingnya damai secara global. Keadaan damai itu juga adalah cita-cita surgawi di dunia ini seperti yang disuarakan Malaikan Surga pada Natal pertama. Lukas mencatat nyanyian Malaikat Surga: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Luk 2:14).
Damai adalah suatu keadaan tidak berperang, tidak bermusuhan, ada harmoni dan usaha mengembangbiakkan perdamaian. Natal adalah pesta perdamaian oleh karena itu kita harus merayakannya dengan suasana akrab: ada salam-salaman, bila perlu ada cipika – cipiki kaum ibu, dan ada senyum seperti kita melihat seorang bayi yang baru lahir yang penuh dengan daya tarik. Senyum tulus itu memang mendatangkan damai, menghilangkan jarak antar manusia bahkan menyembuhkan rasa sakit. Lebih dari itu, Yesus yang lahir telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Didalam Yesus kita temukan keadaan damai dengan Allah dan damai dengan sesama manusia


Setiap keluarga juga membutuhkan damai . Suami Istri berdamai, jangan hanya malam hari juga harus siang hari. Anak-anak berdamai biarpun orang tua tiada. Keluarga tanpa keadaan damai kita sebut saja keluarga Jalur Gaza – Keluarga sering perang .Mereka pasti rugi, piring pecah, gelas pecah, hati pecah. Indonesia ini adalah rumah bersama kita. Dari dulu kita bercita cita hidup di rumah bersama ini dalam keadaan damai sejahtera. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai.Sesama anak bangsa yang tinggal dirumah bersama ini saling sikut menyikut: Ada pembatasan peluang, ada pengutamaan kelompok sendiri, dan alienisasi.
Dalam Perayaan Natal 2008-2009, kita diingatkan melalui nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Rasul Paulus mengajak menyatakan damai melalui memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).
Memang mengkhotbahkan dan membicarakan perdamaian sangat gampang tetapi sangat sulit untuk merealisasikannya. Paulus mengatakan diawal Roma 12:18 dengan kata: Sedapat dapatnya: Yunaninya: dunatov artinya usahakan menjadi mungkin /be possible, be able / menjadi dapat, harus mempunyai kekuatan untuk melakukannya. Damai itu tidak datang sendiri, ada keinginan yang kuat untuk menghadirkannya.
Melalui perayaan natal kita diajak mejadi orang –orang yang membawa damai. Beberapa hal perlu kita pahami dan kerjakan:
a. Mari kita memahami Perbedaan Sebagai Kekayaan. Kemajemukan hendaknya kita disikapi dengan penuh rasa syukur. Indonesia yang multi kurtur seperti sebuah mozaik adalah berkat . Keragaman yang dimiliki harus diterima sebagai anugerah Tuhan oleh karena itu kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Paus Benediktus menulis dalam buku tamu ketika mengunjungi sebuah mesjid : Di dalam keanekaragaman kita, kita menemukan diri kita dalam Tuhan yang satu. Semoga Tuhan mencerahkan kita dan membantu kita menemukan jalan kasih dan damai.” Sudah saatnya kita membangun paham keagamaan dengan penuh toleransi , saling menghargai dan saling menghormati. Dengan cara itu kita dapat menerima pemahaman keagamaan dalam persepsi yang tepat. Dengan cara itu pula ,kita dapat membangun sebuah peradaban unggul dan dihormati oleh bangsa -bangsa di dunia,”
b. Mari kita melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Hendaklah Departemen Keuangan RI Surabaya -sekitarnya dibangun menjadi rumah bersama untuk semua, tidak boleh enak sendiri dan makan sendiri.
c.Mari kita ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing. Persaudaraan yang sejati muncul dari sikap peka – perduli terhadap orang lain. Mari belajar budaya suku, agama lain , berusaha ramah terhadap yang ada pada mereka. Kita hilangkan kesombongan rohani yang menghakimi iman orang lain. Mari kita bangun Departeman Keuangan RI di Surabaya ini persaudaraaan sejati dengan mengerjakan pekerjaan yang baik sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela. Hendaknya Departemen Keuangan RI sebagai ruang melakukan kebaikan bukan sebaliknya. Amen