Tema:Hiduplah Dalam Perdamaian Dengan Semua Orang
( Roma 12:18)
Keadaan Damai adalah kebutuhan umat manusia secara global, regional, nasional dan lokal. Perang di salah satu belahan dunia di Jalur Gaza sana yang sangat jauh dengan Indonesia, berdampak pada situasi masyarakat di Indonesia adalah bukti pentingnya damai secara global. Keadaan damai itu juga adalah cita-cita surgawi di dunia ini seperti yang disuarakan Malaikan Surga pada Natal pertama. Lukas mencatat nyanyian Malaikat Surga: "Kemuliaan bagi Allah di tempat yang mahatinggi dan damai sejahtera di bumi di antara manusia yang berkenan kepada-Nya." (Luk 2:14).
Damai adalah suatu keadaan tidak berperang, tidak bermusuhan, ada harmoni dan usaha mengembangbiakkan perdamaian. Natal adalah pesta perdamaian oleh karena itu kita harus merayakannya dengan suasana akrab: ada salam-salaman, bila perlu ada cipika – cipiki kaum ibu, dan ada senyum seperti kita melihat seorang bayi yang baru lahir yang penuh dengan daya tarik. Senyum tulus itu memang mendatangkan damai, menghilangkan jarak antar manusia bahkan menyembuhkan rasa sakit. Lebih dari itu, Yesus yang lahir telah merubuhkan tembok pemisah dan membangun persekutuan baru, yang kukuh dan tangguh, yang bersumber dan berakar di dalam diri-Nya (bdk. Ef. 2:14, dst.). Didalam Yesus kita temukan keadaan damai dengan Allah dan damai dengan sesama manusia
Setiap keluarga juga membutuhkan damai . Suami Istri berdamai, jangan hanya malam hari juga harus siang hari. Anak-anak berdamai biarpun orang tua tiada. Keluarga tanpa keadaan damai kita sebut saja keluarga Jalur Gaza – Keluarga sering perang .Mereka pasti rugi, piring pecah, gelas pecah, hati pecah. Indonesia ini adalah rumah bersama kita. Dari dulu kita bercita cita hidup di rumah bersama ini dalam keadaan damai sejahtera. Namun, akhir-akhir ini rumah kita dipenuhi dengan berbagai ketegangan, bahkan krisis. Keberadaan negara sebagai rumah bersama tidak lagi dipahami dengan baik oleh para warga bangsa. Berbagai benturan antarkelompok dalam masyarakat membuat warga tidak lagi dapat hidup damai.Sesama anak bangsa yang tinggal dirumah bersama ini saling sikut menyikut: Ada pembatasan peluang, ada pengutamaan kelompok sendiri, dan alienisasi.
Dalam Perayaan Natal 2008-2009, kita diingatkan melalui nasihat Rasul Paulus kepada Jemaat di Roma untuk hidup dalam damai dengan semua orang. Rasul Paulus mengajak menyatakan damai melalui memberkati sesama, termasuk orang yang menganiaya mereka (Rm. 12:14). Memberkati berarti memohon agar Allah melimpahkan kasih karunia, damai sejahtera dan perlindungan (bdk. Kej. 27:27-29; Ul. 33; 1Sam. 2:20). Nasihat Rasul Paulus ini menggemakan kembali ajaran Yesus: “Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu” (Luk. 6:27-28; Mat. 5:44). Agar Jemaat dapat hidup dalam damai dengan sesama, Rasul Paulus mengajak Jemaat untuk bersukacita dengan orang yang besukacita dan menangis dengan orang yang menangis (Rm. 12:14; bdk. Mat. 5:3; Luk. 6:20; Mat. 25:31-46).
Memang mengkhotbahkan dan membicarakan perdamaian sangat gampang tetapi sangat sulit untuk merealisasikannya. Paulus mengatakan diawal Roma 12:18 dengan kata: Sedapat dapatnya: Yunaninya: dunatov artinya usahakan menjadi mungkin /be possible, be able / menjadi dapat, harus mempunyai kekuatan untuk melakukannya. Damai itu tidak datang sendiri, ada keinginan yang kuat untuk menghadirkannya.
Melalui perayaan natal kita diajak mejadi orang –orang yang membawa damai. Beberapa hal perlu kita pahami dan kerjakan:
a. Mari kita memahami Perbedaan Sebagai Kekayaan. Kemajemukan hendaknya kita disikapi dengan penuh rasa syukur. Indonesia yang multi kurtur seperti sebuah mozaik adalah berkat . Keragaman yang dimiliki harus diterima sebagai anugerah Tuhan oleh karena itu kita tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain. Paus Benediktus menulis dalam buku tamu ketika mengunjungi sebuah mesjid : Di dalam keanekaragaman kita, kita menemukan diri kita dalam Tuhan yang satu. Semoga Tuhan mencerahkan kita dan membantu kita menemukan jalan kasih dan damai.” Sudah saatnya kita membangun paham keagamaan dengan penuh toleransi , saling menghargai dan saling menghormati. Dengan cara itu kita dapat menerima pemahaman keagamaan dalam persepsi yang tepat. Dengan cara itu pula ,kita dapat membangun sebuah peradaban unggul dan dihormati oleh bangsa -bangsa di dunia,”
b. Mari kita melibatkan diri secara proaktif dalam berbagai upaya untuk membangun masyarakat yang damai, memperjuangkan keadilan dan kesejahteraan umum dalam mewujudkan Indonesia sebagai rumah bersama. Hendaklah Departemen Keuangan RI Surabaya -sekitarnya dibangun menjadi rumah bersama untuk semua, tidak boleh enak sendiri dan makan sendiri.
c.Mari kita ikut mengambil bagian secara sungguh-sungguh dalam usaha-usaha menciptakan persaudaraan sejati di antara anak-anak bangsa dengan membangun kehidupan bersama di komunitas masing-masing. Persaudaraan yang sejati muncul dari sikap peka – perduli terhadap orang lain. Mari belajar budaya suku, agama lain , berusaha ramah terhadap yang ada pada mereka. Kita hilangkan kesombongan rohani yang menghakimi iman orang lain. Mari kita bangun Departeman Keuangan RI di Surabaya ini persaudaraaan sejati dengan mengerjakan pekerjaan yang baik sebanyak-banyaknya supaya jangan ada ruang dimana kejahatan dapat merajalela. Hendaknya Departemen Keuangan RI sebagai ruang melakukan kebaikan bukan sebaliknya. Amen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar