Yunus 4:1-11
Oleh: Pdt.Gunawan Panjaitan.STh
Perbedaan antara melayani Tuhan dan melayani diri sendiri sangatlah tipis. Kita bisa saja memakai alasan melayani Tuhan, tetapi sebenarnya kita tengah melayani kepentingan dan kepuasan diri sendiri. Salah satu cara untuk menguji hal tersebut adalah dengan melihat respons yang kita berikan tatkala pelayanan kita tidak dihargai oleh orang lain, atau tatkala pendapat dan keinginan kita dalam pelayanan tidak diterima. Apabila respons kita adalah marah, bahkan sampai mengundurkan diri dari pelayanan, itu berarti kita tidak sedang melayani Tuhan tetapi melayani diri sendiri.
Yunus adalah Nabi yang marah tatkala melihat bahwa apa yang Tuhan lakukan ternyata tidak sesuai dengan keinginan dirinya (ayat 1). Yunus kecewa ketika Tuhan mau mengampuni Niniwe, musuh besar bangsa Israel ketika itu. Yunus sedih setelah berhasil menjadi hamba yang melakukan pertobatan besar. Dia dipenuhi kemarahan yang tidak dapat hilang. Akan tetapi, Tuhan tidak membiarkan Yunus terus menerus larut dalam kemarahannya.
Muatan kisah dalam kitab Yunus ini memberikan pengajaran tentang bahwa Allah untuk semua bangsa, dia tidak terikat oleh apapapun dan tidak terbelenggu oleh sebuah pemikiran manusia yang sempit. Allah berkuasa mutlak atas ciptaanya dan mahapenyayang serta mahapengampun.
Suasana hati Yunus digambarkan dengan sebutan “Tetapi hal itu sangat mengesalkan hati Yunus… “ Kata mengesalkan di sini berarti “melihat sebagai kejahatan”. Yunus sebenarnya memandang penyelamatan Allah terhadap Niniwe adalah salah! “… lalu marahlah ia.” Kata marah berarti “membakar”. Allah dengan penuh kasih telah reda dari murka-Nya, tetapi kemarahan Yunus kepada Allah menjadi tak terbendung. Mengapa dia marah ? Karena penghakiman telah dihapuskan, dan itu adalah penghakiman yang Yunus begitu ingin saksikan terjadi! Yunus telah melakukan apa yang Allah ingin dia lakukan – untuk pergi dan memberitakan – tetapi Allah tidak melakukan apa yang Yunus inginkan – untuk menghancurkan Niniwe. Yunus begitu marah pada Allah karena memberikan belas kasihan dan dia merasa dikhianati karena Dia telah mengampuni Niniwe yang dibenci. Dalam doanya, Yusnus membela dirinya bahwa dialah yang benar. Pembrontakannya dulu melarikan diri dari panggila Tuhan adalah satu usaha untuk tidak terlibat pada tindakan Allah yang tidak konsisten. Yunus menyesali kenyataan bahwa Allah adalah : pengasih, penyayang, penyabar, berlimpah kasih setia dan yang menyesal karena malapetaka. Yunus begitu pahit hati dan marah pada Allah sehingga dia hanya ingin mati, Dia menolak untuk menerima kehendak Allah karena kebencian dirinya kepada orang Niniwe. Kehendak pribadinya mencengkeram pikirannya begitu kuat.
Allah menantang Yunus dengan mengatakan : "Layakkah engkau marah?" Allah tidak akan membiarkan persoalan ini tidak terselesaikan, jadi Dia menantang Yunus tentang kemarahannya . Yunus dalam kemarahnnya hanya peduli pada dirinya sendiri. Dia kemudian membuat sebuah naungan dimana dia dapat duduk dan melihat kota. Keegoisannya yang menyedihkan itu telah membuatnya menjadi orang yang tertutup dan pahit hati dan tanpa perubahan hati. Ia mendririkan sebuah pohon jarak. Pohon ini tumbuhan yang tumbuh dengan cepat dengan daun yang lebar. Pertumbuhan pohon itu mengakibatkan untuk pertama kalinya dalam keseluruhan kisah, Yunus “sangat bersukacita”. Tetapi ini hanya karena dia mendapat keuntungan dari pohon tersebut.
Dalam suasana hati yang bersuka cita Allah menunjukkan dua karakteristik yang berlawanan dari sifat Allah – kemampuan-Nya untuk menyelamatkan dan menghancurkan. Tujuan dari ulat tersebut adalah untuk menghancurkan tumbuhan itu sehingga Yunus sekali lagi dapat terlihat. Segera sesudah matahari terbit, maka atas penentuan Allah bertiuplah angin timur yang panas terik (ay. 8a) Allah dengan supernatural menyingkirkan tempat persembunyian Yunus. Tetapi tragisnya, Yunus masih melihat kematian sebagai pilihannya dibanding menyerahkan diri pada Allah.
Yunus masih belum mengerti. Di situ dia duduk, dibawah dahan yang kering, tidak bersemangat, pahit, penuh dendam – sebuah potret tragis dalam mengasihani diri sendiri. Dia masih membela dirinya sendiri dan tidak menghargai hidup lagi. Dia melihat sangat tidak masuk akal bagi tindakan Allah terhadap Niniwe atau terhadap tumbuhan tersebut, sehingga dia memutuskan bahwa jika Allah hendak bertindak dengan cara ini, dia pun lebih baik mati.
Lalu Allah berfirman: "Engkau sayang kepada pohon jarak itu, yang untuknya sedikitpun engkau tidak berjerih payah dan yang tidak engkau tumbuhkan, yang tumbuh dalam satu malam dan binasa dalam satu malam pula. Allah menaruh kelakuan Yunus dalam perspektif : Dia mengasihi sebuah tanaman yang tidak berharga, tetapi membenci kehidupan manusia dan hidup yang kekal. Dia menunjukkan belas kasihan buat satu elemen kecil dari ciptaan Allah tetapi tidak mempunyai kasih buat seluruh kota yang sedang berhadapan dengan penghakiman kekal.
Yunus butuh untuk melihat bahwa belas kasihan buat sebuah tanaman adalah tidak ada harganya, tetapi belas kasihan buat sebuah kota dengan lebih dari 120,000 anak-anak kecil memiliki nilai yang abadi. Jika Yunus tidak dapat mengasihani penduduk kota tersebut, pastilah dia dapat mengasihani anak-anak kecil dan ternaknya – yang minimal dapat terlihat tidak berdosa sama seperti tumbuhan tersebut! Di tengah pertobatan ini, Yunus masih kehilangan kebesaran dari kasih dan karunia Allah
Kita terpanggil untukmempertajam pelayanan kita apakah itu untuk kepentingan jemaat atau hanya kepentingan diri kita sendiri. Kemampuan merobah sudut pandang yang hanya mementunkan diri sendiri akan member pelayanan yang terbuka pada perubahan yang lebih baik. Amin