Jumat, 03 April 2009

TUHAN RAJA YANG MAHA BESAR

Pdt.Gunawan Panjaitan.STh.MSi

Mazmur 99:1-7
Posisi sebagai raja mungkin saja menjadi idaman banyak orang. Para pemimpim pemerintahan di daerah kadang mereka disebut “raja-raja kecil” karena mereka memiliki kekuasaan yang sangat luas. Mereka dapat membuat Peraturan Daerah yang menguntungkan sepihak misalnya perda tenatang hasil bumi rayat dan peternakan dikenakan retribusi atau pajak. Selain itu, pada saat kita megenang hari berharga dalam kehidupan kita yaitu hari pernikahan, pengantin Pria dan wanita disebut “raja sehari”. Mereka dilayani, diberi hadiah, disalami, diucapkan selamat dan memang diperlakukan sebagai raja. Kemunidan, dalam kultur budaya berbagai suku, mereka memahami setiap angota disebut sebagai “anaknya raja dan putrinya raja”. Tujuannya adalah mengajarkan pentingnya sikap terhormat dan terpelajar.

Raja adalah istilah yang dipakai dalam dunia politik dan dalam satu sisitim pemerintahan monarchy, misalnya kerajaan Inggis atau kerajaan Monako, mereka mempunyai wilayah territorial, penduduk dan sistim pemerintahan. Raja juga juga dipakai untuk menggambarkan situasi dimana ada keadaan yang dihormati dan disegani, dan tidak ada hubungannya dengan territorial dan sistim emerintahan. Dalam teologia kita juga menemukan dogma tentang kerajaan Allah. Dalam setiap ibadah kita mendoakan “datanglah kerajaanmu”. Kerajaan Tuhan tidaklah istilah politik tetapi istilah teologi yang menyakini bahwa Tuhan dipuji sebagai sebagai Raja yang Mahabesar. Tuhan Raja atas segala bangsa, yang mencintai hukum dan keadilan, yang menjawab seruan permohonan dan mau mengampuni, dan yang nyata kekudusanNya.Kerajaan Tuhan lebih bersifar kondisional. Kepada Tuhan yang demikian, pemazmur mengajak umat untuk memuji Tuhan, meninggikan Tuhan dan menyembahNya. Namun tidak cukup hanya di situ, meninggikan Tuhan dan menyembah Tuhan memang sepertinya terkesan abstrak, karena itu pemazmur menjelaskan lebih lanjut bagaimana caranya meninggikan dan menyembah Tuhan.
Pemazmur menyebutkan nama para pendahulunya seperti Musa, Harun dan Samuel sebagai orang-orang yang berseru kepada Tuhan dan berpegang pada peringatan-peringatanNya. Mereka terbukti menjadi orang yang selalu berdoa bagi bangsa yang dipimpinNya dan menjaga firman Tuhan tetap hidup dalam diri mereka sebagai para pemimpin bangsa. Mereka ini menjadi teladan bagaimana seseorang dapat menyatakan kebesaran dan kekudusan Tuhan, yaitu dengan cara hidup berpegang pada hukum/firman Tuhan.
Berdasarkan pengalaman, orang percaya dan mungkin dunia yang mengakui ada Tuhan tidak sulit untuk mengakui kebesaran dan kekudusan Tuhan. kita dapat setuju dan mengaminkan dalam pikiran dan perkataan. Namun ternyata pengakuan itu acap kali tidak sejalan dengan cara hidup kita . Kita ingin dirajai oleh ilmu pengetahuan dan tehnologi dan beranggapan bahwa hidup tidak dapat lagi dilanjutkan tanpa tehnologi itu. Kita juga terkadang dirajai oleh diri kita sendiri sehingga tidak mengakui penyertaan Tuhan dalam sejarah kehidupan itu. Tidak cukup hanya dengan mulut yang mengucap syukur, atau dengan kata-kata semata, melainkan dengan seluruh hidup kita yang mau berpegang pada firman Tuhan. Kita mau dirajai, dikuasai dikendalikan dan tunduk kepada kehendak Tuhan. Sifat Tunduk itu dinyatakan Yesus ketika hendak menghadapi penyaliban. Yesus mengatakan dalam doanya “...Ya Bapa-Ku, jikalau sekiranya mungkin, biarlah cawan ini lalu dari pada-Ku, tetapi janganlah seperti yang Kukehendaki, melainkan seperti yang Engkau kehendaki." (Matius 26:39). Hanya dengan hidup seperti Kristus, kita mengakui bahwa Allah itu kudus dan Mahabesar. Apalah arti sebuah pengakuan yang tidak dibarengi dengan perilaku dalam keseharian. Amin.

Tidak ada komentar: