Rabu, 06 Agustus 2008

Kekuatan Media Masa Peluang Bagi Pekabaran Injil dalam Jaringan Masyarakat

KEKUATAN MEDIA MASA PELUANG BAGI PEKABARAN INJIL
DALAM JARINGAN MASYARAKAT
Oleh: Pdt.G.Panjaitan.STh, MSi

Pendahuluan
Tugas Pekabaran Injil adalah panggilan misi gereja sepanjang zaman. Injil adalah berita keselamatan bagi semua manusia oleh Yesus Kristus. Berita injil amat penting karena menunjukkan kasih Allah kepada dunia (Yoh 3:16). Oleh sebab itu maka injil harus diberitakan kepada semua orang (Mat 28:18-20; Mark 16:15; Kis 1:8). Gereja atau setiap orang percaya berkewajiban untuk memberitakan injil, sehingga tujuan dari pekabaran injil adalah mewujudkan jemaat yang missioner. Tugas pekabaran injil sangat erat terkait dengan perkembangan media massa, disesuaikan dengan perkembangan dan perobahan sistim komunikasi di dalam masyarakat yang berkembang.

Dewasa ini media massa telah menjadi kebutuhan primer bagi masyarakat, Media yang dimaksud adalah suratkabar, majalah, media siaran: radio dan televisi, film, buku-buku serta internet. Media sudah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat pada umumnya, sehingga saat ini sulit membayangkan hidup tanpa media, tanpa koran pagi, tanpa majalah, TV, tanpa internet dll. Dunia ini dengan segala isi dan peristiwanya tidak bisa melepaskan diri dari kaitannya dengan media massa; demikian juga sebaliknya, media massa tidak bisa melepaskan diri dari dunia dengan segala isi dan peristiwanya. Hal ini disebabkan karena hubungan antara keduanya sangatlah erat sehingga menjadi saling bergantung dan saling membutuhkan. Segala isi dan peristiwa yang ada di dunia, termasuk Pekabaran Injil menjadi sumber informasi bagi media massa.

Seperti sekolah, media juga turut memberi peran dan jalan bagi perubahan sosial-politik-ekonomi masyarakat. Media menjadi "guru" terbaik karena mengajarkan berbagai pengetahuan. Kekuatan media massa sebagai salah satu penggerak modernisasi mendorong terciptanya kematangan rasionalitas. Dalam bernegara, media adalah kekuatan riil politik yang mempengaruhi bagaimana pemerintahan harus dijalankan. baik itu media massa cetak maupun elektronik. Media massa menjadi jendela dunia yang memperpanjang penglihatan dan pendengaran kita dalam bingkai yang disajikan oleh media. Produk media yang menyajikan informasi politik., agama, pendidikan dan hiburan ini menjadi kekutan yang diperhitungkan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu dapat dipahami kerena media masa bisa menjadi alat yang sangat efektif untuk membangun opini dimasyarakat (public opinion) atau mengkonstruksi realitas yang terjadi.

Dalam perkembangannya media masa telah menjadi sebuah kekuatan yang besar di masyarakat, bahkan media massa menjadi kekuatan keempat dalam sebuah Negara setelah legislative, eksekutif, dan yudikatif. Media massa atau pers mempunyai sebuah kekuatan dalam mengkonstruksi sebuah realitas. Kekuatan yang dipunyai media massa ini adalah menjadi peluang untuk mempercepat dan memperluas tugas pekabaran Injil itu. Dengan melihat realitas seperti itu wajarlah jika media massa dan kekuatannya dimanfaatkan HKBP dalam semua lini untuk tugas pekabaran injil.


Pekabaran Injil dan Perkembangan Media Komunikasi

Peradapan manusia sangat tergantung dengan perkembangan media komunikasi yang di pakai. Manusia berusaha menemukan media komunikasi yang bertujuan untuk mengatasi banyak permasalahan dalam hidunya. Orang percaya sepanjang zaman memakai media komunikasi itu menjadi alat untuk pekabaran Injil. Bersamaan dengan kapitalisasi dan modernisasi yang berkembang, peran media semakin kompleks dan vulgar. Media tidak lagi ‘hanya’ sebagai wadah penyampai informasi untuk berbagai kebiasaan. Kekuatan media ini telah terbukti mengambil bagian yang strategis dalam pekabaran injil.

2.1 Komunikasi Oral

Sejak awal injil telah diberitkan dengan sistim komunikasi yang berbeda sesuai dengan perkembangan media itu sendiri. Sistim komunikasi oral (non verbal) cara berkomunikasi paling tua yang telah dimanfaatkan orang percaya untuk memberitakan, mengajarkan pokok-pokok iman kepercayaan kepada orang lain. Sistim komunikasi oral telah diyakini sebagai salah satu sistim pemberitaan Injil yang paling efektif dan mencapai sasaran. Komunikasi oral dilaksanakan dengan adanya seseorang sebagai pencerita (story teller) yang menceritakan / memberitakan firman Tuhan terhadap orang lain dengan tatap muka. Cara ini efektif dan lembaga keluarga dan masyarakat yang kommunal menjadi tempat pelaksanaannya. Alkitab mencatat kekuatan komunikasi oral dalam `mewariskan iman: haruslah engkau mengajarkannya berulang-ulang kepada anak-anakmu dan membicarakannya apabila engkau duduk di rumahmu, apabila engkau sedang dalam perjalanan, apabila engkau berbaring dan apabila engkau bangun (Ul 6: 7). Kekuatan komunikasi oral ini harus dipertahankan gereja HBP dengan memberdayakan jemaatnya.

2.2 Komunikasi dengan Tulisan

Gereja juga harus mengakui dan merasa berhutang kepada orang-orang yang telah menemukan kertas atau alat tulis. Injil telah diberitakan dengan sistim komunikasi tulisan. Melalui sitim komunikasi ini injil telah diwariskan secara turun temurun. Alkitab telah dicatatat dalam berbagai bentuk penulisan seperti pada glyphs yaitu tulisan di batu yang mengkomunikasikan Firman Tuhan. Alkitab mencatat tulisan di batu itu ada yang ditulis Allah sendiri. Kedua loh itu ialah pekerjaan Allah dan tulisan itu ialah tulisan Allah, ditukik pada loh-loh itu. (Keluaran 32:16) Masalahnya dokumen-dokumen ini tidak bersifat mudah dialihkan. Perkembangan selanjutnya Injil juga telah diberitakan melalui kertas yang ditemukan di Mesir kira-kira 2,500 tahun Sebelum Masehi. Orang Mesir menemui cara membuat kertas daripada daun lontar (papyrus) dan kulit hewan yang tahan lama. Jika dibandingkan dengan batu, daun lontar dan kulit hewan bukan saja ringan tetapi memudahkan penulisan menggunakan berupa tinta.

Penemuan daun lontar (papyrus) juga mendorong jurutulis (scribes) mempermudahkan tulisan glyphs kepada bentuk-bentuk yang lebih disenangi dan halus. ‘Media’ ini telah digunakan secara meluas dan Alkitab banyak yang ditulis di kertas papyrus. Kertas ini yang telah merekam pengalam iman antara Bangsa Israel dengan Tuhan yang dapat dibaca turun-temurun. Sistim komunikasi ini telah membentuk tatanan baru dalam masyarakat. Penemuan papyrus (kertas) ini telah memunculkan kelompok baru dalam masyarakat yaitu kelompok kaum terpelajar yang dapat menulis dan membaca atau kelompok yang menguasai media dan serta merta dengan itu terbentuk juga kelompok kaum awam yang tidak atu menulis dan membaca. Kemampuan membaca dan menulis ini kemudian mengokohkan kekuasan kepada orang yang mempunyai literasi terhadap orang-orang yang buta huruf. Komunikasi tulisan inilah yang memperkokoh kekuasaan dan adanya perintah yang bertulis dan merakam berbagai jenis nasehat dan pegajaran dengan komunikasi tertulis ini.

2.3 Revolusi Percetakan

Munculnya gerakan reformasi dan terbentuknya gereja protestan tidak dapat dilepaskan dari perembangan media komunikasi saat itu. Reformasi yang dilaksanakan oleh Martin Luter dapat berhasil ketika warga jemaat sudah diberi wawasan tentang Alkitab. Pekabaran injil semakin gencar dan perubahan mendasar terjadi pada gereja tidak lepas dari munculnya sistim komunikasi masa dengan ditemukannya mesin cetak. Sebelum abad ke15, buku-buku di Eropah disalin dengan manuscript, yaitu naskhah buku-buku yang disalin dengan menggunakan tangan. Alkitab yang ada waktu itu disalin dengan cara ini dalam bahasa Latin. Proses ini bukan saja mengambil waktu yang lama untuk mengerjakannya tetapi seringkali menimbulkan kesilapan atau kesalahan. Jumlah Alkitab yang dihasilkan pula sangat terbatas dan hanya dimiliki kaum roaniawan (klerus) dan dibeli oleh mereka yang kaya raya. Alkitab menjadi barang yang sangat mahal dan eksklusif dan dimiliki segelintir orang saja.

Revolusi percetakan membawa perubahan yang luar biasa dan mendasar. Apa yang dikerjakan dengan lama melalui manuscrip dapat dicetak dengan tepat dan cepat. Pada awal abad ke16, mesin cetak ditemukan oleh Johannes Gutenberg dengan huruf bergerak menghasilkan beribu-ribu naskhah buku dalam waktu yang cepat. Buku yang pertama sekali dicetak adalah Kitab Injil. Penerbitan Injil secara massal diterbitkan dalam semua bahasa Eropah, yakni dalam bahasa ibu mereka bukan bahasa Latin yaitu bahasa Injil sebelumnya. Adanya buku Injil dengan berbagai bahasa ibu ini menimbulkan minat untuk belajar membaca Alkitab di kalangan rakyat jelata. Hal ini menjadi bukti kekuatan media menjadi peluang bagi pekabaran Injil dilaksanakan secara massal. Kemudian muncullah penafsiran dan pemaknaan yang tersendiri sesuai dengan yang dipahami massa. Pemaknaan ini telah menimbulkan multi tafsir terhadap Injil. Terjadilah demokratisasi pemaknaan dan mulai terkikis dan meluntur dominasi penafsiran kaum klerus atau penguasa politik gereja atau kaum intelektual saat itu. Tersebarnya kitab Injil kepada rakyat jelata dalam bahasa ibu masing-masing akhirnya membawa kepada gerakan reformasi di gereja dan lahirlah Protestanisme. Kekuatan media massa waktu itu sangat berperan menentang otoritas Gereja Roman Katolik dan Rom.

Kenyataan sejarah ini mendorong gereja-gereja protestan harus memberdayakan jemaatnya melakukan pekabaran injil dengan dengan berbagai tulisan yang dimuat dalam media karena strategi demikianlah yang memberikan kita ciri khas sebagai gereja reformis.


2.4. Revolusi Komunikasi

Revolusi komunikasi mulai terjadi pada pertengahan abad ke19, yaitu dengan ditemukannya telegram sebagai cikal bakal munculnya teknologi media komunikasi massa. Beberapa dekade kemudian, tahun 1920-an ditemukan radio dan tahun 1940an diciptakan Televisi. Kemudian disusul dengan penemuan komputer yang membuat revolusi dalam peradapan kemanusiaan. Kemajuan teknologi komunikasi kini memungkinkan seseorang mengungkapkan dan mengekspresikan emosinya secara cepat bahkan instant, mudah dan praktis, tidak perlu menunggu waktu lama. Kebutuhan natural manusia untuk mengekspresikan rasa sedih, gembira, takjub, kagum, cinta, kangen, pada seseorang, empati, maupun rasa puas bisa "terbebaskan" hanya dengan beberapa klik mouse computer, beberapa pencetan tombol di ponsel.

Masyarakat kini hidup ditopang oleh sarana teknologi informasi dan komunikasi, dengan kemajuan dahsyat micro processor, memory bank, komputer, dan internetnya. Masyarkat telah berubah menjadi masyarkat komputerisasi . Dalam masyarakat komputerisasi seperti ini terbentuklah jaringan masyarakat. Dunia yang ditempati menjadi dua yaitu dunia nyata sebagaimana hidup sehari-hari dan dunia maya yang juga dijalani dalam memenuhi kebutuhannya. Sekarang ini dunia maya sudah menjadi tempat pekabaran injil dan banyak para pekabar injil yang memuat pemberitaan di dunia maya tersebut. Hal ini membuat realitas menjadi sangat relatif sifatnya..

Di negara-negara yang terlebih dahulu meninkmati perkembangan tehnologi media komunikasi, para umat beragama di sana telah memakai TV terutama untuk mengkomunikasikan agama. Misalnya, Gereja di Amerika Serikat ada yang disebut “Gereja Elektronik” yaitu Gereja yang melayani lewat media TV Mereka memuat seluruh acara berisikan komunikasi agama.. Gereja-gereja denominasi "arus utama" - seperti United Methodist Church dan Episcopal Church dan juga Gereja Katolik Roma – juga memakai media TV untuk penyiaran agama. Mereka menyediakan acara-acara mulai dari tayangan tiga puluh detik selingan sampai ke acara-acara setengah jam selama lima puluh dua minggu setiap tahun. Organisasi-organisasi nasional Protestan, Katolik dan Yahudi memproduksi program-program yang ditayangkan secara teratur pada tiga jaringan TV komersial. Ratusan program agamawi lokal, diproduksi oleh gereja-gereja lokal, ditayangkan tanpa ongkos oleh stasiun-stasiun lokal dan Dewan-dewan Gereja-gereja di beberapa kota membayar staf yang memberi tempat bagi diskusi agamawi dan program-program berita di stasiun-stasiun TV dan radio lokal

Tentu dengan mengungkapkan fakta itu bukan berarti dapat kita bandingkan dengan konteks gereja di Indonesia yang mayoritas non Kristen. Yang perlu kita sadari adalah anggota jemaat kita telah mengkonsumsi khotbah dan layanan kerohanian melalui media komunikasi yang murah, gampang di dapat dan tidak terbatas dan tidak terkontrol. Pada konteks ini, yang perlu kita sadari bahwa jaringan masyarakat media komunikasi sudah menjadi hal yang dapat diterima pekabaran injil dan pelayanan kerohanian.


3. Kekuatan Media Peluang bagi PI

Perubahan akibat media massa itu berdampak juga pada setiap organisai baik di bidang keagamaan atau yang bergerak dibidang apa saja. Pada saat ini tidak ada organisasi yang dapat hidup tanpa bantuan media massa. Ada beberapa aspek dari media massa yang membuat dirinya penting:

Media melakukan konstruksi sosial
Kekuatan media massa dalam mengkonstrusi realitas memang sangat besar, media bisa dengan mudah menciptakan kebenaran menurut persepsi dari media tersebut. Masyarakat akan dengan mudah menginterpretasikan sebuah kebenaran menurut kebenaran yang dianut oleh media tersebut, dan itu bisa berakibat baik atau sebaliknya. Jika sebuah media mamberitakan sebuah kenyataan tanpa ada opini dari yang memproduksi berita itu, tetapi bahasa tidak akan bebas nilai, tidak mungkin pemproduksi berita tidak menyisipkan opininya dalam berita yang dia buat. Tetapi masuknya opini dari pemproduksi berita tidak selamanya buruk, tetapi dengan catatan bahwa opini yang masuk kedalam berita tersebut diambil dari berbagai sudut pandang, hal ini akan menambah nilai berita yang akan ditampilkan. konstruksi realitas dalam sebuah media memang tidak bisa dihindari karena kekuatan media bisa mempengaruhi opini dimasyarakat tetapi media massa lah yang bertanggung jawab dalam prilaku dimasyarakat, oleh karena itu media massa sepatutnya mengkontruksi sebuah realitas dalam arti yang positf maksudnya adalah bagaimana membangun kulture kritis di masyarakat, agar masyarakat dapat lebih peka terhadap sebuah realitas yang terjadi dimasyarakat.

Kemampuan untuk mengkonstruksi masyarakat ke aras yang lebih baik yang sesuai dengan firman Tuhan dapat dilakukan Gereja dengan pemanfaatan media massa ini. HKBP dalam hal ini belum secara optimal melakukannya namun sudah dimulai dengan berbagai media seperti radio, majalah dan berbagai buletin. Secara nasional kita masih bersyukur bahwa masih ada pelaku media yang membawa missi kekristenan dengan mengedepankan nilai keadilan, kebenaran, perdamaian dan anti kekerasan. Dalam penelitian yang pernah kami laksanakan terhadap dua media yang memberitakan perang antara Hezbollah dengan Israel tahun 2006, dengan memakai pisau analisis framing ditemukan bahwa Kompas yang mempunyai latar belakang Katolik sampai hari ni masih menunjukkan keberpihakan kepada nilai nilai Kekristeanan dalam menyajikan pemberitaan tersebut. Berbeda dengan Jawa Pos yang memberikatakannya dengan bingkai bisnis dalam pemberitaan itu.


b. Teori pembelajaran Sosial

Menurut hasil penelitian Albert Bandura, teori pembelajaran sosial menempatkan bahwa pengaruh dari keberadaan media massa sangatlah kuat untuk mempengaruhi para konsumennya, dijelaskan bahwa effek yang dimunculkan misalnya di televisi cenderung menjadi santapan segar bagi para pemirsanya. Masyarakat cenderung akan mengikuti pengaruh yang dimunculkan media, seperti pola hidup bahkan sampai kepada jalannya sebuah pemikiran dan sikap. Teori pembelajaran sosial ini memposisiskan bahwa media berada diposisi sentral di dalam stuktur kehidupan bermasyarakat, baik itu pengaruh, kepentingan maupun nilai-nilai kebenaran dapat di pertontonkan dan di pengaruhkan lewat eksistensi media tersebut.

Bila kita sepakat dengan teori pembelajaran sosial ini, berarti pemakaian media massa untuk pemberitaan Injil dan pembentukan karakter bangsa adalah hal yang urgen untuk dilaksanakan gereja Gereja perlu mengimbangi media-media lain yang komersial.Berbagai penelitian mengatakan bahwa dampak buruk media massa adalah kekuatan media dalam mengubah dan membentuk gaya hidup seseorang. Sejumlah peneliti mengungkapkan, menonton telivisi dengan tayangan yang berisikan kekerasan, konsumerisme dll. secara berlebihan di kalangan anak-anak bisa menyebabkan cara hidup yang pasif dan malas bergerak pada anak-anak. Hal ini mengakibatkan munculnya gejala semacam kegemukan, kebiasaan makan yang salah, naiknya kolesterol, penyakit pencernaan, dan gangguan psikologis.

Bagi kita jemaat HKBP rasanya sulit menjangkau media TV sebagai sarana untuk pekabaran injil. Kita selalu terbentur dengan masalah klasik dana dan sumberdaya manusia yang terbatas. Paling sedikit yang dapat kita lakukan adalah bahwa gereja sebagai kekuatan yang berada diluar media dapat mempengaruhi pemilik media dan pelaku media agar lebih berpihak kepada nilai-nilai universal seperti yang diajarkan oleh Yesus.

c. Daya jangkaunya (coverage).
Kekuatan media juga terletak pada daya jangkau (coverage) yang amat luas dalam menyebarluaskan informasi, yang mampu melewati batas wilayah (geografis), kelompok umur, jenis kelamin, status sosial-ekonomi (demografis), dan perbedaan paham dan orientasi. Dengan demikian, masalah keagamaan seperti kritikan kepada dogma Kristen yang dimediasikan menjadi perhatian bersama di berbagai tempat dan kalangan. Banyak kalangan yang non kristen merasa kritikan yang dilontarkan media kepada ajaran Injil itu adalah bukti yang memaparkan fakta-fakta baru tentang Jesus yang membongkar dasar-dasar kepercayaan Kristen yang bertahan selama 2000 tahun, terutama ajaran tentang kebangkitan (resurruction) Yesus Kristus yang melandasi agama Kristen. Hal yang sebaliknya media dapat dimanfaatan untuk pemberitaan akan kebenaran injil itu dengan jangkauan luas.

Kemampuan media untuk melipatgandakan pesan (multiplier of message) yang luar biasa.
Satu hasil pemikiran, atau karaya fiktif dapat dilipatgandakan pemberitaannya, sesuai jumlah eksemplar koran, tabloid, dan majalah yang dicetak; serta pengulangan penyiarannya (di radio atau televisi dan film) sesuai kebutuhan. Pelipatgandaan ini menyebabkan dampak yang sangat besar di tengah khalaya dengan kekuatan komunisai media masa, injil juga di lencengkan. Misalnya media dengan cepat bahwa novel berjudul "The Da Vinci Code" selama 100 pekan menduduki peringkat atas novel terlaris dan telah dicetak lebih dari 17 juta exemplar. Artinya kebohongan dan penghinaan terhadap ajaran kekristenan itu dengan cepat dapat menyebar kemana-mana. Kekuatan ini juga yang harus dipakai gereja untuk mengajarkan tentang kebenaran Injil itu.

Setiap media massa dapat mewacanakan sebuah peristiwa sesuai pandangannya masing-masing.
Kebijakan redaksional setiap media menentukan bentuk tampilan dan isi beritanya. . Media massa bekerja sebagai komunikator profesional yang menyajikan pesan setelah diproses dan distandarisasi. Pesan yang mereka hasilkan mempunyai nilai tukar, serta acuan simbolik yang mengandung nilai-nilai kegunaan. Media massa sangat sulit untuk bertindak dan berimbang dalam mengakomodasi seluruh kepentingan masyarakat. Disinyalir bahwa media massa bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangannya, bias dan pemihakannya. Media dipahami sebagai agen konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Isi pemberitaan diibaratkan seperti sebuah drama, ia bukan menggambarkan realitas tetapi potret dari arena pertarungan antara berbagai pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Kemudian, khalayak sebagai audien media melakukan konstruksi atas realitas yang ada dilingkungannya dan mereka juga memanfaatkan media untuk menyatakan simbol-simbol konstruksi mereka. Dengan kedudukan seperti ini media massa dapat semakin mengukuhkan keadaannya tetapi pada saat yang sama ia juga memarjinalkan kelompok yang tidak dominan dalam masyarakat Karena kemampuan inilah, media banyak diincar oleh pihak-pihak yang ingin memanfaatkannya.

Dalam fungsi media demikian kita dapat memahami kenapa beberapa film dan novel yang kontriversial terutama menyangkut berita Injil sangat laku dan mendapat perhatian yang besar di tengah bangsa yang mayoritas Islam di Indonesia ini. Isi media yang mencela nilai kekristenan itu dibangun untuk mengukuhkan kepentingan kepentingan mereka. Media seperti dua sisi berbeda dalam satu lempengan logam.

f. Fungsi penetapan agenda (agenda setting)
Media mempunyai sungsi penetapan agenda yang menyebabkan apa yang dibahas diedia menjadi pembahasan masyarakat. Media massa memiliki kesempatan yang luas untuk memberitakan atau tidak memberitakan sebuah peristiwa. Sesuai dengan kebijakan masing-masing media, setiap peristiwa dapat disiarkan atau tidak disiarkan. Yang jelas, belum tentu berita tertentu yang menjadi agenda media adalah juga agenda publik. Dalam fungsi media sebagai penetapan agenda kita dapat memahami apa niat, keinginan dan ideologi pelaku media, dalam hal ini tentang kritikan terhadap isi Injil dalam media. Selain fungsi untuk mencapai keuntungan finansial atau sasaran-berpendapatan (revenue goal) para pelaku media juga mempunyai tujuan tidak-berpendapatan (non-revenue goal). Sasaran tidak-berpendapatan mengandung pengertian tujuan yang tanpa aspek keuangan langsung; pencapaian prestise, penerapan pengaruh atau kekuasaan dalam masyarakat dan pencapaian tujuan moral tertentu.

Sasaran tidak-berpendapatan pun acap kali diciptakan berlandaskan konsep kepentingan publik menyenangkan khalayak demi peningkatan sirkulasi atau dapat berfungsi sebagai "sasaran koalisi" yang umumnya disepakati para jurnalis/pelaku media dengan pihak luar yang mendanai. Menurut Altschull bahwa “Isi media adalah selalu merefleksikan kepentingan para yang mendanai media tersebut”. Inilah suatu kenyataan yang dihadapi umat Kristen ketika undang-undang tentang informasi, pemilik percetakan, penerbitan, organisasi media dimiliki yang non Kristen ditengah bangsa ini.

g. Pemberitaan peristiwa berkaitan dengan institusi agama oleh suatu media biasanya berkaitan dengan media lainnya, sehingga membentuk rantai informasi (media as links in other chains). Hal ini akan menambah kekuatan tersendiri pada penyebaran informasi dan dampaknya terrhadap publik. Maka makin kuatlah peranan media dalam membentuk opini publik.



4. Kesimpulan

Memahami fungsi media yang sangat kuat dan luarbiasa hendaknya membuka kesadaran kita sebagai Gereja bahwa betapa pentingnya manfaat media massa dalam tugas Pekabatan Injil. Namun harus kita sadari kebaikan yang besar dan kejahatan yang besar berasal dari cara orang menggunakan media massa. Media bukanlah kekuatan buta dari kodrat yang di luar kontrol manusia. Karena meskipun tindakan-tindakan berkomunikasi kerap menimbulkan akibat-akibat yang tidak dimaksudkan, namun manusialah yang memilih apakah akan menggunakan media untuk maksud-maksud baik atau maksud-maksud jahat, dengan cara yang baik atau cara yang jahat.

Etika memakai media bukan hanya ditujukan kepada para pemirsa, pendengar, pembaca - tapi lebih lebih oleh mereka yang mengawasi alat-alat media komunikasi dan menentukan strukturnya, kebijakannya dan isinya. Termasuk dalam kelompok ini ialah para pejabat dan para eksekutif badan hukum, para anggota badan pengurus, para pemilik, para penerbit dan manajer siaran, para editor, para direktur pemberitaan, para produser, para penulis, para koresponden, dan lain-lain. Untuk mereka ini persoalan etika menjadi sangat penting: Apakah media digunakan untuk hal yang baik atau hal yang jahat? Apakah media digunakan untuk melecehkan ajaran agama atau mengokohkannya. Gereja harus mengambil peranan untuk membuat media mengokohkan keimanan orang pecaya.

Gereja pada hakekatnya memahami media massa bersifat positip dan memberikan dukungan dalam perkembangannya. Gereja mempunyai alasan mengapa Gereja berminat terhadap media massa ini. Dalam terang firman Tuhan sejarah media komunikasi,dapat dilihat sebagai suatu perjalanan panjang dari Babel, yg merupakan tempat dan simbol dari runtuhnya komunikasi (lih. Kej. 11: 4-8), hingga ke Pentekosta dan kurnia bahasa-bahasa (lih. Kis. 2: 5- 11) – Komunikasi dipulihkan oleh kekuatan Roh yang diutus oleh Yesus Kristus. Gereja diutus ke dunia untuk mewartakan Kabar Baik (lih.Mat. 28:19-20; Mark. 16:15), Gereja mempunyai perutusan untuk mewartakan Injil hingga akhir jaman.Pada jaman sekarang ini Gereja menyadari bahwa tugas ini menuntut penggunaan media

Gereja bukan hanya menghakimi dan mengutuk, melainkan Gereja melihat artefak / alat-alat ini bukan hanya hasil kejeniusan umat manusia tapi juga merupakan anugerah besar dari Allah dan merupakan tandatanda jaman. Gereja mendukung pelaku media bekerja secara profesional dengan memberikan prinsip-prinsip yang positip untuk membantu mereka dalam karya mereka.

Tidak ada komentar: