Rabu, 19 November 2008

Akhir Tahun Gerejani


Pdt.G.Panjaitan.MSi

Di gereja-gereja arus utama seperti Gereja HKBP minggu tanggal 23 Nopember 2008 dinamai Minggu Akhir Tahun Gerejani. Ibadah minggu pada saat ini mempunyai kekususan yaitu menjadi waktu di mana anggota jemaat yang telah meninggal dunia dalam satu tahun gerejani (sejak dari Advent I sampai akhir Tahun Gerejawi) dikenang melalui membacakan nama-nama yang telah meninggal dunia. Acara mengenang kembali yang sudah meninggal dunia itu bertujuan mengingatkan setiap orang percaya akan hakekat hidup manusia. Kita adalah mahluk yang mempunyai limit , mahluk yang lemah dan terbatas dan waktu yang kita miliki sangat terbatas (Maz 90:4-6). Kadang dalam acara itu ada saja anggota jemaat yang menjadi sedih karena mengenang kembali penderitaan yang ditimbulkan kematian itu. Mereka mengenang kembali harapan, cita-cita dan cinta yang tertunda karena kematian orang-orang yang dicintai.

Kematian memang bukan topik yang enak dibicarakan. Malah banyak pengkhotbah yang berjuang untuk melawan kematian dengan menawarkan mukjizat penyembuhan, seolah-olah kematian itu dapat dihindarkan. Kita paham betul kematian itu sangat kuat. Dia akan datang tanpa diundang, datang tanpa memberiahukan lebih dulu dan akan tetap datang sekalipun kita buat surat penolakan. Dia akan datang terhadap siapapun baik yang berkuasa atau orang lemah, baik yang kaya maupun yang miskin, baik yang ganteng atau biasa saja, semuanya akan menghadapi kematian.

Dalam persfektif kekristenan kematian adalah musuh yang kuat dan yang terakhir tetapi sudah dikalahkan. Paulus mengatakan “Musuh yang terakhir, yang dibinasakan ialah maut.” (1 Kor 15:26). Kristus melalui kebangkitannya dari antara orang mati itulah yang mengalahkan kematian itu. Proklamasinya adalah: Hai maut di manakah kemenanganmu? Hai maut, di manakah sengatmu?" Sengat maut ialah dosa dan kuasa dosa ialah hukum Taurat. Tetapi syukur kepada Allah, yang telah memberikan kepada kita kemenangan oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.(1 Kor 15:55-17)

Dengan demikian membicarakan dan menghadapi kematian bukanlagi sesuatu yang harus dihindarkan dan menakutkan. Kematian bukan untuk menakuti kehidupan tetapi menjadikan nilai kehidupan semakin dalam. Kehidupan kerohanian kita yang semakin dewasa tampak dengan tidak lagi takut akan kematian tetapi kita akan lebih bisa menerima kematian tanpa rasa
khawatir yang berlebihan. Kehidupan dan kematian adalah dua hal yang memberikan nilai kepada yang lain.

Banyak orang yang dengan siap menghadapi kematian sehingga dia tidak mau didoakan supaya diberikan mukjizat penyembuhan. Misalnya hamba Tuhan , almarhum pendeta Eka Darmaputera tidak pernah mau didoakan untuk mendapatkan mukjizat kesembuhan. Yang diharapkannya cuma 3: (1) tidak mengalami penderitaan sakit dan sebagainya selama menjalani proses kematian; (2) tidak menjadikan dirinya sebagai beban finansial bagi anak cucunya; dan (3) selama masih hidup dapat berbuah bagi sesama.

Mengenang kembali orang yang telah meninggal dunia juga dimaknai sebagai perenungan akan perjalanan waktu. Waktu adalah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk mengerjakan pekerjaan Tuhan dan apabila waktu kita berakhir kita tidak dapat lagi berbuat apa-apa. Waktu tidak dapat didaur ulang dan juga tidak dapat disimpan. Waktu selama hidup sangat bermakna oleh karena itu hendaknya dipakai kepada hal-hal yangh bermakna. Kematian itu mendorong kita untuk menghargai kehidupan. Dengan demikikan mengenang kembali orang yang sudah meninggal dunia bukan untuk mengenang duka, tetapi mengingatkan kita tentang hari kematian kita. Bila masih hidup mari kita mengerjakan Dia yang telah memilih kita. Momentomori. Amin.

Tidak ada komentar: