Yeremia 7:1-7
Kita sangat setuju bahwa Agama adalah satu berkat yang sangat besar untuk perjalanan hidup manusia. Kita setuju hal ini bukan karena kita sedang beribadah di Gereja atau memeluk agama. Realitas dalam sejarah peradaban manusia agama telah memberikan makna kehidupan manusia. Agama telah mengajari manusia tentang asal mula hidup manusia, untuk apa manusia hidup, apa makna kematian, ke mana hidup ini setelah mati. Agama juga mengajari manusia memahami dunia ini bagaimana menguasai, mengusahai, bersahabat dengan alam sekitar, dan bagaimana menciptakan kedamaian, cinta kasih. Agama juga bahkan mengajari manusia tentang seni, musik dan budaya. Agama juga berjasa untuk membangun dunia yang lebih maju. Mari kita ingat Gerakan reformasi Martin Luther, 31 oktober 1517, yang mendorong gerakan protestantisme. Kita tau ajaran protestantisme dianggap memberikan inspirasi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga tercipta dunia yang modern.
Namun kita juga harus menyadari bahwa dalam fakta sejarah agama juga sudah menjadi sumber penderitaan bagi umat manusia. Agama menjadi sumber perpecahan, pemisahan, peperangan bahkan sumber dari genosid. Bahkan agama juga dipakai pemeluknya sebagai alasan melakukan terorisme dan penindasan terhadap HAM dan kebebasan orang lain. Hal ini kita pahami akibat adanya pemahaman yang dangkal tentang bergama.
Dalam Alkab diterangkan bahwa Yeremia menyaksikan praktek keagamaan yang dangkal di tengah-tengah bangsa Yahudi. Yeremia mengkritik perasaan nyaman beribadah bangsa Israel. Rupa-rupanya ada imam dan nabi yang mengkhotbahkan : Ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN. Mereka mengajarkan bahwa artefak-artefak yang ada di Bait Allah: bangunan bait Allah, tanah perjanjian, peralatan-peralatan peribadatan yang sudah dipakai turun-temurun, dianggap menjadi bukti kehadiran Allah. Artefak itu dipercaya berkuasa mengikat Allah. Kemudian, mereka percaya ritus-ritus peribadatan sejak masuk dari pintu gerbang Bait Allah sampai ke ruang kudus sebagai ibadah yang sempurna.
Tuhan memprotesnya melalui Yeremia dengan mengatakan: “Berdirilah di pintu gerbang rumah TUHAN, serukanlah di sana firman ini dan katakanlah..... perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini” (ay 2-3). Kata “perbaikilah” diterjemahkan Bible KJV dengan amend : artinya mengamandemen, merubah. Yeremia melihat ritual keagamaan telah menjebak umat Yahudi pada hukum formal tanpa menyentuh/mendalami dan memahami hakekat dari ajaran agama tersebut. Peribadatan menjadi simbol pengakuan pada Yahwe saja. Mereka beribadah tanpa kehadiran Tuhan di sana. Kehadiran Allah hanya diajarkan pada tataran permukaannya. Bangsa itu tidak diajarkan lagi keadilan, kebenaran dan anti penghisapan. Tidak diajarkan bagaimana mencintai, menjaga dan merawat hubungan dengan alam, manusia dan dengan Tuhan. Yeremia melihat ibadah bangsa itu telah kehilangan hakekatnya sebagai alat pembebas manusia dari ketertindasannya. Dengan segala kondisi tersebut ritual keagamaan pada praktek keseharian menjadi alat legitimasi rezim dalam menindas rakyatnya. Menjadi legitimasi pembodohan massal dalam kehidupannya. Yeremia menyuarakan amandemen tingkah langkah dan perbuatan.
Keadaan ini ingin diperbaiki Yeremia dengan memberitahukan praktek ibadah yang sejati. Ibadah yang benar harus mempunyai korelasi dengan perilaku adil dalam interaksi sosial. Yeremia menyuarakan: “jika kamu sungguh-sungguh memperbaiki tingkah langkahmu dan perbuatanmu... melaksanakan keadilan.... tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti allah lain,.... maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari dahulu kala sampai selama-lamanya”(ay 5-7 bd. Yak 1:27).
Yeremia menekankan bahwa Israel tidak boleh memiliki dualisme kehidupan, yaitu ketika di bait Allah kelihatan rohaninya luar biasa, namun ketika ia berada di luar kegiatan - kegiatan kerohanian hidupnya tidak berbeda dengan kehidupan orang yang tidak mengenal Allah. Sikap dualisme itu akan membuat mereka kehilangan kesempatan bersama Allah. Yeremia menyuarakan pertobatan orang beragama, amandemen pemahaman orang beragama, sebab orang beragama belum tentu mereka merindukan Tuhan. Umat beragama perlu memperbaharui hidup dengan mengarahkan pandangan terhadap realitas sosial yang ada di sekitar bait Allah. Di situ ada pengemis, anak yatim, para janda, kaum miskin dll. Suatu ketika, rasul Petrus dan Yohanes pernah menghentikan langkahnya di Gerbang Indah dan menunda masuk ke dalam Bait Allah. Padahal waktu sembahyang sudah menjelang. Sembahyang atau ibadah itu sangat penting. Namun rupanya ada yang sama pentingnya dengan ibadah dan sembahyang itu: menyapa seorang anak manusia yang terpuruk di realitas hidup (Kis 3:1-10). Yeremia menegur Israel di Gerbang Bait Allah ketika mau beribadah karena mereka tidak perduli malah menindas orang asing, anak yatim, para janda. Hati dan iman mereka dangkal dan tindakannya cabul di mata Tuhan.
Dalam perjalanan sebagai Gereja di tengah-tengah bangsa Indonesia, kita diingatkan akan bahaya praktek keagamaan yang dangkal: Kehidupan Gereja kita tidak boleh terjebak dalam praktek ritual semata. Kita tidak boleh menyatakan sudah cocok tingkah laku dan perbuatan kita, dengan ukuran banyak jemaat datang beribadah pada hari minggunya, demikian juga pada ibadah khusus dll. Kedangkalan akan menjadikan simbol-simbol keagamaan sebagai satu-satunya ukuran kemajuan. Kedangkalan akan mengukur kemajuan hanya dengan semaraknya acara-acara keagamaan. Di sinilah pentingnya kembali gerakan “melek agama” (religious literacy), sikap cerdas memaknai, mengembangkan, sekaligus menjalankan nilai-nilai iman dalam kehidupan nyata. Kita berharap Gereja jangan bertubuh besar tetapi dengan tangan yang pendek dan kaki yang pendek. Kita terpanggil memperbaiki tingkah laku dan perbuatan agar menjadi gereja yang mempunyai tangan yang terulur kepada anak yatim, para janda, para orang miskin, tangan harus mampu menjangkau, menyuapi yang ada di sekitarnya. Gereja juga mempunyai kaki yang rajin melangkah, menjangkau daerah-daerah yang belum terlayani. Amin
Kita sangat setuju bahwa Agama adalah satu berkat yang sangat besar untuk perjalanan hidup manusia. Kita setuju hal ini bukan karena kita sedang beribadah di Gereja atau memeluk agama. Realitas dalam sejarah peradaban manusia agama telah memberikan makna kehidupan manusia. Agama telah mengajari manusia tentang asal mula hidup manusia, untuk apa manusia hidup, apa makna kematian, ke mana hidup ini setelah mati. Agama juga mengajari manusia memahami dunia ini bagaimana menguasai, mengusahai, bersahabat dengan alam sekitar, dan bagaimana menciptakan kedamaian, cinta kasih. Agama juga bahkan mengajari manusia tentang seni, musik dan budaya. Agama juga berjasa untuk membangun dunia yang lebih maju. Mari kita ingat Gerakan reformasi Martin Luther, 31 oktober 1517, yang mendorong gerakan protestantisme. Kita tau ajaran protestantisme dianggap memberikan inspirasi pada kemajuan ilmu pengetahuan dan tehnologi sehingga tercipta dunia yang modern.
Namun kita juga harus menyadari bahwa dalam fakta sejarah agama juga sudah menjadi sumber penderitaan bagi umat manusia. Agama menjadi sumber perpecahan, pemisahan, peperangan bahkan sumber dari genosid. Bahkan agama juga dipakai pemeluknya sebagai alasan melakukan terorisme dan penindasan terhadap HAM dan kebebasan orang lain. Hal ini kita pahami akibat adanya pemahaman yang dangkal tentang bergama.
Dalam Alkab diterangkan bahwa Yeremia menyaksikan praktek keagamaan yang dangkal di tengah-tengah bangsa Yahudi. Yeremia mengkritik perasaan nyaman beribadah bangsa Israel. Rupa-rupanya ada imam dan nabi yang mengkhotbahkan : Ini bait TUHAN, bait TUHAN, bait TUHAN. Mereka mengajarkan bahwa artefak-artefak yang ada di Bait Allah: bangunan bait Allah, tanah perjanjian, peralatan-peralatan peribadatan yang sudah dipakai turun-temurun, dianggap menjadi bukti kehadiran Allah. Artefak itu dipercaya berkuasa mengikat Allah. Kemudian, mereka percaya ritus-ritus peribadatan sejak masuk dari pintu gerbang Bait Allah sampai ke ruang kudus sebagai ibadah yang sempurna.
Tuhan memprotesnya melalui Yeremia dengan mengatakan: “Berdirilah di pintu gerbang rumah TUHAN, serukanlah di sana firman ini dan katakanlah..... perbaikilah tingkah langkahmu dan perbuatanmu, maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini” (ay 2-3). Kata “perbaikilah” diterjemahkan Bible KJV dengan amend : artinya mengamandemen, merubah. Yeremia melihat ritual keagamaan telah menjebak umat Yahudi pada hukum formal tanpa menyentuh/mendalami dan memahami hakekat dari ajaran agama tersebut. Peribadatan menjadi simbol pengakuan pada Yahwe saja. Mereka beribadah tanpa kehadiran Tuhan di sana. Kehadiran Allah hanya diajarkan pada tataran permukaannya. Bangsa itu tidak diajarkan lagi keadilan, kebenaran dan anti penghisapan. Tidak diajarkan bagaimana mencintai, menjaga dan merawat hubungan dengan alam, manusia dan dengan Tuhan. Yeremia melihat ibadah bangsa itu telah kehilangan hakekatnya sebagai alat pembebas manusia dari ketertindasannya. Dengan segala kondisi tersebut ritual keagamaan pada praktek keseharian menjadi alat legitimasi rezim dalam menindas rakyatnya. Menjadi legitimasi pembodohan massal dalam kehidupannya. Yeremia menyuarakan amandemen tingkah langkah dan perbuatan.
Keadaan ini ingin diperbaiki Yeremia dengan memberitahukan praktek ibadah yang sejati. Ibadah yang benar harus mempunyai korelasi dengan perilaku adil dalam interaksi sosial. Yeremia menyuarakan: “jika kamu sungguh-sungguh memperbaiki tingkah langkahmu dan perbuatanmu... melaksanakan keadilan.... tidak menindas orang asing, yatim dan janda, tidak menumpahkan darah orang yang tak bersalah di tempat ini dan tidak mengikuti allah lain,.... maka Aku mau diam bersama-sama kamu di tempat ini, di tanah yang telah Kuberikan kepada nenek moyangmu, dari dahulu kala sampai selama-lamanya”(ay 5-7 bd. Yak 1:27).
Yeremia menekankan bahwa Israel tidak boleh memiliki dualisme kehidupan, yaitu ketika di bait Allah kelihatan rohaninya luar biasa, namun ketika ia berada di luar kegiatan - kegiatan kerohanian hidupnya tidak berbeda dengan kehidupan orang yang tidak mengenal Allah. Sikap dualisme itu akan membuat mereka kehilangan kesempatan bersama Allah. Yeremia menyuarakan pertobatan orang beragama, amandemen pemahaman orang beragama, sebab orang beragama belum tentu mereka merindukan Tuhan. Umat beragama perlu memperbaharui hidup dengan mengarahkan pandangan terhadap realitas sosial yang ada di sekitar bait Allah. Di situ ada pengemis, anak yatim, para janda, kaum miskin dll. Suatu ketika, rasul Petrus dan Yohanes pernah menghentikan langkahnya di Gerbang Indah dan menunda masuk ke dalam Bait Allah. Padahal waktu sembahyang sudah menjelang. Sembahyang atau ibadah itu sangat penting. Namun rupanya ada yang sama pentingnya dengan ibadah dan sembahyang itu: menyapa seorang anak manusia yang terpuruk di realitas hidup (Kis 3:1-10). Yeremia menegur Israel di Gerbang Bait Allah ketika mau beribadah karena mereka tidak perduli malah menindas orang asing, anak yatim, para janda. Hati dan iman mereka dangkal dan tindakannya cabul di mata Tuhan.
Dalam perjalanan sebagai Gereja di tengah-tengah bangsa Indonesia, kita diingatkan akan bahaya praktek keagamaan yang dangkal: Kehidupan Gereja kita tidak boleh terjebak dalam praktek ritual semata. Kita tidak boleh menyatakan sudah cocok tingkah laku dan perbuatan kita, dengan ukuran banyak jemaat datang beribadah pada hari minggunya, demikian juga pada ibadah khusus dll. Kedangkalan akan menjadikan simbol-simbol keagamaan sebagai satu-satunya ukuran kemajuan. Kedangkalan akan mengukur kemajuan hanya dengan semaraknya acara-acara keagamaan. Di sinilah pentingnya kembali gerakan “melek agama” (religious literacy), sikap cerdas memaknai, mengembangkan, sekaligus menjalankan nilai-nilai iman dalam kehidupan nyata. Kita berharap Gereja jangan bertubuh besar tetapi dengan tangan yang pendek dan kaki yang pendek. Kita terpanggil memperbaiki tingkah laku dan perbuatan agar menjadi gereja yang mempunyai tangan yang terulur kepada anak yatim, para janda, para orang miskin, tangan harus mampu menjangkau, menyuapi yang ada di sekitarnya. Gereja juga mempunyai kaki yang rajin melangkah, menjangkau daerah-daerah yang belum terlayani. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar